ORMAWA DALAM CENGKRAMAN DINASTI DAN
DEMOKRASI BUNGKAM OLEH LEGITIMASI REKTOR
(KAMPUS
HIJAU)
(Aristoteles
juga mengatakan bahwa jika seseorang hidup tanpa kebebasan dalam memilih jalan
hidupnya, maka dia seperti seorang budak.)
(Erich
fromm mengatakan manusia itu seperti domba mereka mudah percaya dan
ikut-ikutan)
Dinamika kehidupan di
perguruan tinggi seharusnya membentuk nilai-nilai demokrasi yang merupakan
suatu keharusan. Nilai-nilai demokrasi menjadi keharusan untuk diterapkan
karena memiliki nilai-nilai dengan tujuan untuk menciptakan suasana demokratis
di kalangan mahasiswa, yang pada akhirnya menciptakan suasana yang harmonis dan
tidak ada sentimen dan perpecahan di antara sesama mahasiswa.
Demokrasi merupakan
salah satu bentuk mekanisme sistem pemerintahan sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan yang dijalankan oleh rakyat. Semua orang atau warga negara memiliki
hak yang sama. Begitu juga di perguruan tinggi
Kampus adalah tempat
mencetak generasi intelektual atau cendekiawan yang sebenarnya memiliki
keistimewaan untuk tidak main-main. Kampus sebagai miniatur negara memiliki
konsep mandiri dalam ruang laboratorium yang demokratis.
Nampaknya tidak masalah
jika nilai demokrasi yang diterapkan kampus, apalagi kita berada dalam ruang
negara Indonesia yang sistem demokrasi pancasila dan berdasarkan UUD 1945, maka
kampus adalah tempat untuk representasi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
mampu memberikan ruang berpikir. Dalam hal ini, kehidupan kampus disejajarkan
dengan negara.
Catatan hitam ini,
memprotes keadaan, membawa perubahan tetapi kenyataan kosong. Namun hasrat akan
libido kekuasaan menghalalkan berbagai cara agar politik yang sangat kotor
diperlihatkan segelintir mahasiswa di kampus Aswaja, bahkan pendekatan
kekerasan dan dinasti dalam kerangka demokrasi. Ormawa (Organisasi
Kemahasiswaan) adalah organisasi yang berada di internal kampus, berbeda dengan
organisasi eksternal, misalnya PMII, HMI, IMM, GMNI dan lain-lain.
Di Ormawa ada yang
namanya DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa), BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) HMJ
(Himpunan Mahasiswa Jurusan) dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) semua lembaga
ini memiliki fungsi dan cara bermainnya masing-masing. Fungsinya bagi mahasiswa
untuk mengembangkan kapasitas dirinya dan sebagai wadah untuk menyalurkan
aspirasi, ide atau gagasan sehingga tercipta kreativitas yang membentuk
pencapaian TRI DHARMA Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat) melalui peran dan fungsinya sebagai mahasiswa, yaitu sebagai
agen perubahan dan sebagai generasi peradaban. Untuk menuju peradaban
diperlukan akhlak yang baik bagi calon pemimpin Ormawa.
Namun kenyataan kelam
menimpa Ormawa Unwahas. Apa yang harus diciptakan atau dikaderkan mahasiswa.
Untuk mencapai tujuan Perguruan Tinggi, dengan fungsi dan peran ORMAWA. Namun
sebaliknya, ORMAWA hanya dimanfaatkan oleh kelompok luar tertentu untuk
melanggengkan kekuasaan. Perlu kita ketahui bersama dan buka
mata bahwa kelompok eksternal tertentu mendapat legitimasi dari Rektor
seolah-olah mereka adalah anak kandung di kampus dan anak-anak lainnya
diasingkan. Padahal kita sering menjunjung tinggi nilai toleransi yang artinya
saling menghormati, dan nilai moderat yang artinya kemandirian, saling
menghormati, dengan kondisi latar belakang yang berbeda, dengan menjunjung
tinggi rasa persatuan dan persaudaraan.
Beberapa kejadian
intoleransi sebagai fakta empiris bahkan sangat memprihatinkan. Saat kasus
pembacokan mahasiswa Unwahas pada Kamis 30 Desember 2021 pukul 19.30 dilakukan
oknum dari pihak eksternal tertentu. Dua mahasiswa menjadi korban pembacokan,
kami sering berbincang, berdiskusi, dan belajar tentang dinasti di
pemerintahan. Padahal kita tidak menyadari bahwa di ORMAWA pun kita adalah
aktor, apalagi dengan peraturan rektor yang memberikan legitimasi hanya pada satu
organisasi eksternal. Apakah nilai-nilai Aswaja di kampus untuk menciptakan
harmonisasi atau ada tidaknya nilai-nilai demokrasi? Semoga bisa memberikan
masukan
Dari situ saya sangat
prihatin dengan sekelompok mahasiswa yang terang-terangan membunuh demokrasi
dengan “tradisi organisasi”. Tradisi merupakan penilaian atau anggapan bahwa
metode yang ada adalah yang terbaik dan benar. Memang organisasi kemahasiswaan
memiliki tradisi yang berbeda-beda, namun apakah tradisi yang salah itu harus
tetap dipertahankan meskipun bertentangan dengan demokrasi?
Ada juga masalah yang
sering muncul di kampus ini yaitu ketidaktertarikan mahasiswa terhadap
kehidupan demokrasi di kampus. Asumsi ini muncul karena kita melihat bagaimana
mahasiswa cenderung memandang politik sebagai hal yang buruk karena hanya ada
satu organisasi eksternal atau anak kandung rektor yang berkuasa. Dari tahun ke
tahun, dengan menghalalkan berbagai cara, baik itu musyawarah sampai dengan
tahap pemilihan ketua.
Pemilihan ketua ormawa hendaknya memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk berpartisipasi sebagai calon ketua. Janganlah kita mengikuti politik negara Indonesia dengan menerapkan sistem “Presidential Threshold” karena tidak ada gunanya kita berbicara tentang kebebasan berpikir jika hak individu untuk bebas bergaul terhalang oleh kondisi yang tidak netral.
Yang paling miris, di
kampus kita tercinta ini masih ada Ormawa yang memiliki tradisi meminggirkan
mahasiswa yang tidak berlatar belakang Ekstra PMII karena hanya ada satu yang
disahkan oleh rektor. Bahkan, sebagian besar organisasi PMII menjadi wadah bagi
mereka dari tahun ke tahun, padahal ketua ormawa tidak memiliki sifat seperti
hanya mempercayakan namanya pada struktur. mengubah peraturan bahkan LULUS
sedangkan ketua statusnya harus mahasiswa. Perwakilan BEM U tersebut kini bukan
lagi mahasiswa tetapi masih berstatus jabatan. itu yang saya perhatikan karena
hanya ada dinasti dalam tubuh ormawa.
Secara tidak langsung,
mekanisme/regulasi seperti yang saya keluarkan sejak awal membatasi ruang
ekspresi mahasiswa bahkan mengebiri demokrasi itu sendiri. Fakta-fakta inilah
yang semakin menegaskan bahwa mahasiswa di kampus hijau yang domba-domba itu
tidak memahami demokrasi yang hakiki.
Keprihatinan ini hanya
bisa saya sampaikan, sambil menunggu pengurus ORMAWA dan rektor muncul, dan
lihat bagaimana tanggapan mereka. Karena saya paham betul bahwa mereka adalah
pemimpin yang lahir dari organisasi ekstra kampus, pasti mereka akan merasa
dilecehkan dengan fenomena yang terjadi di daerahnya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar